Tengkorak Raja Toera Dipulangkan setelah 128 tahun sejak pembantaian Ambiky 1897. Prancis menyerahkan tiga tengkorak asal Menabe, salah satunya diperkirakan milik Raja Toera, kembali ke Madagaskar. Sebuah langkah memulihkan martabat, merawat ingatan, dan menutup luka kolonial.

Pada 29–30 Agustus 1897, di Ambiky, bekas ibu kota kerajaan Sakalava Menabe, pasukan kolonial Prancis melakukan serangan kilat yang mengakhiri hidup Raja Toera. Setelah dieksekusi dengan cara dipenggal, kepalanya dijadikan “trofi” dan dibawa ke Paris; tengkorak itu kemudian tersimpan di Muséum national d’Histoire naturelle (bagian dari Musée de l’Homme) sejak akhir abad ke-19. Pada 26–27 Agustus 2025, Prancis akhirnya memulangkan tiga tengkorak asal Menabe, salah satunya dipresumsikan milik Raja Toera, momen yang menutup 128 tahun luka kolonial dan menjadi pengembalian jenazah pertama di bawah UU Restitusi Sisa Manusia 2023. Pemakaman di Madagaskar dijadwalkan bertepatan dengan peringatan eksekusi akhir Agustus.
Serangan, Kepungan, dan Pemenggalan
Sumber kolonial dan kajian sejarah menyebut operasi militer ini dipimpin Komandan Augustin Gérard, kepala staf Jenderal Joseph Gallieni. Sehari sebelumnya, utusan Prancis (di antaranya perwira muda Étienne Blot dari kapal meriam La Surprise dan agen sipil Léo-Philippe Samat) disambut dengan upacara dan jamuan oleh Raja Toera, tanda kesiapan Menabe untuk meletakkan senjata dan berunding. Namun menjelang fajar 29 Agustus 1897, Gérard memerintahkan serangan mendadak. Kompi Tirailleurs Sénégalais merangsek dari enam arah, menembaki kota yang sedang terlelap; banyak bangsawan dan rakyat tewas dalam kepanikan, dan pertempuran berakhir sebagai “massacre d’Ambiky.” Rentang korban bervariasi dari “ratusan” hingga “ribuan” jiwa dalam beragam kesaksian, tetapi semua laporan sepakat Toera gugur di hari itu.
Sesudah kota dikuasai, kepala Toera dipisahkan dari tubuhnya. Narasi kontemporer dan liputan modern menyatakan secara eksplisit bahwa Toera dipenggal oleh pasukan Prancis; tengkoraknya lalu diambil sebagai trofi perang dan diboyong ke Paris, diarsipkan oleh lembaga ilmiah kolonial. Kejadian ini menjadi simbol praktik kekerasan yang, pada masa itu, kerap meletakkan sisa jenazah manusia sebagai “objek” penelitian atau koleksi etnografis.
Dalam kajian akademik tentang penaklukan Menabe, sejarawan menekankan dua hal: pertama, niat Toera untuk menyerah sudah diketahui sebelum penyerbuan; kedua, pilihan Gérard untuk “memukul telak” justru memicu pemberontakan berkepanjangan (1897–1902) di Menabe di bawah kepemimpinan Ingereza, saudara sekaligus penerus Toera. Dokumen ini juga menilai operasi Ambiky sebagai “kesalahan politik monumental” yang menegaskan kejamnya modus penaklukan kala itu.

Jejak Tengkorak di Paris dan Perdebatan Identitas
Sejak sekitar 1899, tengkorak yang dikaitkan dengan Toera tercatat berada di koleksi Muséum national d’Histoire naturelle, bersama ratusan sisa manusia asal Madagaskar. Pada 2023, Prancis mengesahkan kerangka hukum baru yang memungkinkan pengeluaran sisa manusia dari koleksi publik tanpa perlu undang-undang khusus tiap kasus, membuka jalan bagi restitusi. Ketika serah terima berlangsung di Kementerian Kebudayaan Prancis (26 Agustus 2025), komite ilmiah bersama memastikan ketiga tengkorak itu berasal dari komunitas Sakalava, tetapi untuk identitas raja hanya dapat dipastikan sebagai “presumed (diperkirakan)”, uji DNA lama tidak konklusif. Di pihak lain, legitimasi adat (antara lain melalui praktik spiritual Sakalava seperti tromba) memperkuat keyakinan keluarga dan komunitas bahwa salah satu tengkorak memang milik Toera. Dari dua jalur, ilmu dan adat, akhirnya bertemu pada keputusan yang sama, yakni dipulangkan.
Detail upacara dan pernyataan pejabat mempertegas konteks kekerasan kolonial. Menteri Kebudayaan Prancis Rachida Dati menyebut pengembalian ini sebagai “peristiwa bersejarah” yang menyelesaikan proses ilmiah dan memorial antara kedua negara. Menteri Kebudayaan Madagaskar Volamiranty Donna Mara menyebut absennya jenazah leluhur sebagai “luka terbuka selama 128 tahun.” Pemerintah Madagaskar menyiapkan penghormatan kenegaraan bertepatan dengan ulang tahun eksekusi akhir Agustus.
Baca Juga: Kemenangan Persia atas Mesir yang Ditentukan oleh Kucing – Tinta Emas
Arti Kepulangan Tengkorak
Kepulangan tengkorak Toera (bersama dua pejuang Menabe lain) tidak sekadar menyelesaikan satu bab kolonial, tetapi juga menegaskan pengakuan atas martabat jenazah manusia, bahwa kubur dan ritual adalah hak asasi, bukan bahan studi permanen di vitrin museum. Di Prancis, kasus ini menjadi preseden pertama UU 2023 yang berpotensi mempercepat restitusi sisa manusia ke berbagai komunitas dunia, dari Australia hingga Argentina. Bagi Madagaskar, pemulangan ini juga merupakan pemulihan kosmologis, mengembalikan raja ke tanahnya, menutup siklus duka Menabe, dan merawat memori kolektif di luar arsip kolonial.
Di tingkat historiografi, Ambiky memperlihatkan bagaimana “operasi pacifikasi” berubah menjadi pembantaian, jamuan dan niat menyerah dijawab dengan sergapan malam, penjarahan simbolik melalui pemenggalan raja, dan pengambilan tengkorak sebagai tanda kuasa. Bukti-bukti kronik, dari laporan parlementer awal 1900-an yang dibacakan Paul Vigné d’Octon, hingga kajian akademik modern dan ringkasan arsip militer, mengkonstruksi kembali kronologi dan modus kekerasan tersebut. Pemulangan Tengkorak raja Madagaksr itu menutup lingkaran dari kepala yang dibawa untuk melegitimasi kolonialisme (penancapan kekuasaan), menjadi kepala yang kembali untuk memulihkan martabat dan menguatkan rekonsiliasi.

Sumber
Al Jazeera. 27 Agustus 2025. France returns human skulls to Madagascar, 128 years after French massacre.
BBC News. 26 Agustus 2025. France returns slain king’s skull to Madagascar.
France 24. 27 Agustus 2025. France returns skull of beheaded king to Madagascar.
Bangkok Post. 27 Agustus 2025. France returns skull of beheaded king to Madagascar.
allAfrica.com. 27 Agustus 2025. Madagascar: Skull of Malagasy King Returns to Madagascar After Almost 130 Years in France.
Reuters. 26 Agustus 2025. France returns three colonial-era human skulls to Madagascar.
Schlemmer, Bernard. 1980. Conquête et colonisation du Menabe: une analyse de la politique Galliéni. Dalam Changements sociaux dans l’ouest malgache, Paris: ORSTOM, Mémoires ORSTOM 90, hlm. 109–131. Dokumentasi IRD
Vigné d’Octon, Paul. 1900. La Gloire du sabre. Paris: Flammarion. search.worldcat.org
Eksplorasi konten lain dari Tinta Emas
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.


