Pertempuran abadi antara Kesultanan Utsmani dan Dinasti Habsburg mengukir sejarah penuh drama, ambisi, pengkhianatan dan intrik politik. Dari medan perang hingga meja perundingan, konflik ini mengguncang Eropa dan Timur Tengah hingga Asia di timur jauh selama berabad-abad.

Baca Juga: Pertempuran Sarikamish: Ribuan Tentara Ottoman Tewas Membeku – Tinta Emas
Utsmani, sebagai kesultanan Islam terbesar dan terakhir di lintasan Sejarah, telah banyak menyebarkan pengaruh di berbagai belahan dunia. Sepanjang abad ke-13 sampai dengan abad ke-20, Kesultanan Utsmani tidak hanya membentuk dunia Islam, tetapi juga memberikan pengaruh signifikan pada Eropa dan dunia secara keseluruhan.
Fluktuasi kegemilangan Utsmani diwarnai dengan beberapa konflik hingga peristiwa berdarah. Peristiwa tersebut secara sejarahnya terjadi baik dalam konteks peperangan, pemberontakan, atau konflik internal di dalam istana (intrik politik).
Sepanjang abad ke-16 sampai dengan abad ke-18, Turki Utsmani mengalami konflik perebutan wilayah kekuasaan dengan Dinasti Habsburg. Dinasti Habsburg (Keluarga Kerajaan Jerman), merupakan salah satu dinasti utama Eropa yang eksis dari abad ke-15 sampai dengan abad ke-20.
Pertempuran antara Kesultanan Utsmani dan Dinasti Habsburg merupakan salah satu konflik paling penting dan berkepanjangan dalam sejarah Eropa dan Timur Tengah. Konflik ini berlangsung selama beberapa abad (sekitar abad ke-16 hingga abad ke-18) dan mencakup serangkaian peperangan besar, pengepungan, dan diakhiri dengan perjanjian damai.
Latar Belakang Konflik
Kesultanan Utsmani telah menjadi ancaman yang serius bagi beberapa negara Eropa. Di masa ini Utsmani dibawah kepemimpinan Sultan Suleiman I. Sultan Suleiman I selama memimpin Kesultanan Utsmani banyak melakukan ekspansi menuju arah Timur dan Barat. Ekspansi pertama yang dilakukannya adalah melawan Hungaria untuk merebut daerah Belgrade. Belgrade menjadi gerbang utama rangkaian konflik Utsmani dengan Habsburg.
Rangkaian konflik
Konflik pertama antara Kesultanan Utsmani dan Habsburg terjadi pada Perang Utsmani-Habsburg 1526–1568, yang dipicu oleh ambisi kekuasaan atas wilayah Eropa Tengah, khususnya Hungaria. Perang ini menandai dimulainya persaingan panjang antara kedua Kekaisaran yang berlangsung selama lebih dari dua abad.
Ekspansi Mohacs (1526)
Ekspansi Suleiman I ke Hungaria terus berlanjut hingga pertempuran berikutnya Meletus tahun 1526 di Mohacs. Raja Louis II merespon ekspansi Sultan Suleiman dengan memerintahkan serangan dengan maksud mengandalkan efek kejutan dari para ksatria lapis baja mereka. Akan tetapi, Suleiman memiliki pasukan yang lebih sebanding, yang di dalamnya termasuk infanteri Janissari yang dipersenjatai dengan arquebus, kavaleri ringan sipahi, dan barisan Meriam yang Tangguh sekitar 300 unit.

Pertempuran Mohacs menjadi titik kekalahan telak Hungaria atas Kesultanan Utsmani dibawah pimpinan Sultan Suleiman I. Raja Louis terbunuh saat mencoba melarikan diri dari pembantaian.
Kemenangan Utsmani menjadi penanda penghancuran efektif monarki Hungaria serta membuka jalan bagi dominasi Habsburg dan Turki di Hungaria. Pertempuran ini mengakibatkan penggabungan dua pertiga wilayah Hungaria bagian Tengah dan Selatan kedalam Kesultanan Utsmani. Sisanya, Hungaria menjadi wilayah kekuasaan Kerajaan Transylvania. Suleiman melanjutkan perjalanan ke Buda pada tanggal 10 September, tetapi kemudian menarik diri dari negara tersebut, membawa serta lebih dari 100.000 tawanan.
Ekspansi Tisza
Di tahun yang sama, pada bulan April, Sultan Suleiman bertolak dari Kabul dengan mengirimkan Wazir Pertev Pasha untuk ekspansi di bagian timur Tisza, Eropa Tenggara. Ekspansi Suleiman I ke Sungai Tisza merupakan bagian dari kampanye militer besar Kesultanan Utsmani dalam memperluas wilayahnya di Eropa Tengah, terutama setelah keberhasilan mereka dalam Pertempuran Mohacs (1526). Wilayah di sekitar Sungai Tisza menjadi target strategis karena letaknya yang penting di Hungaria dan sebagai jalur penghubung antara wilayah Utsmani dan Eropa Tengah.
Maksud Sultan Suleiman menguasai wilayah Sungai Tisza adalah untuk memperkuat kendali Utsmani atas Hungaria dan melindungi jalur komunikasi dan logistik antara Buda (wilayah yang dikuasai Utsmani) dan Transylvania.
Ekspansi Suleiman I ke wilayah Sungai Tisza merupakan langkah strategis dalam memperkuat dominasi Utsmani di Eropa Tengah. Wilayah ini menjadi jalur penting yang menghubungkan wilayah-wilayah utama Utsmani di Hungaria dan Transylvania. Meskipun memberikan keuntungan besar bagi Utsmani, penguasaan wilayah ini juga memicu konflik panjang dengan Habsburg, menjadikan Tisza salah satu pusat perseteruan utama dalam sejarah perang Utsmani-Habsburg.

Pengepungan Wina (1529)
Ekspansi Sultan Suleiman I berlanjut ke wilayah bagian Barat, Wina. Pengepungan Wina terjadi pada tahun 1529. Pengepungan ini merupakan suatu Upaya Sultan Suleiman I untuk merebut kota Wina. Namun, dikarenakan cuaca buruk dan perlawanan yang sengit dari pasukan Habsburg pengepungan ini tidak membuahkan hasil yang manis. Eropa berhasil menghentikan ekspansi Utsmani di Wina. Meskipun gagal, pengepungan ini menjadi ancaman yang besar bagi Eropa.
Pada tahun 1532, Suleiman melancarkan invasi lain ke Austria. Namun, upayanya untuk maju menuju Wina dalam percobaan kedua merebut kota tersebut, setelah pengepungan yang gagal pada tahun 1529, terhambat oleh perlawanan gigih pasukan Habsburg yang mempertahankan kota Guns (Koszeg), sekitar 100 km di selatan Wina. Kondisi hujan deras dan banjir juga menjadi pertahanan untuk Wina. Wina bagaikan mimpi buruk bagi Utsmani.
Pemandangan ini menggambarkan kavaleri ringan Turki melakukan manuver di sekitar Wina, menghadapi pasukan Charles V di seberang Sungai Donau. Di latar depan, terlihat kamp Turki yang dilindungi oleh barisan bronjong berseling meriam, dengan satu barel mesiu tampaknya meledak di sudut kanan bawah. Panji-panji dengan lambang bulan sabit Turki berkibar di atas tenda-tenda, sementara infanteri dan kavaleri mereka tampak dilengkapi tombak. Namun, ekspedisi Suleiman berakhir dengan kegagalan.

Dalam perjalanan pulang, mereka menyerang Austria Bawah dan Styria untuk mengirim pesan kepada Adipati Agung Ferdinand bahwa ambisi Utsmani belum berakhir. Satu tahun berikutnya 1533, dibuatlah perjanjian Konstantinopel yang ditandatangani oleh Ferdinand I dan Suleiman. Dalam perjanjian ini, Ferdinand melepaskan klaimnya atas Hungaria dan setuju membayar upeti tahunan kepada Utsmani. Setelah John Zápolya, sekutu Utsmani, meninggal pada tahun 1540, Ferdinand mencoba merebut Hungaria kembali. Namun, Utsmani menyerang dan mengalahkan pasukannya karena melanggar kesepakatan. Ferdinand mengalami kekalahan di Buda pada tahun 1541.
Setelah kekalahan tersebut, Ferdinand dipaksa menyetujui pembagian wilayah Hungaria:
- Habsburg menguasai wilayah barat dan utara.
- Utsmani menguasai wilayah tengah dan timur.
- Transylvania dikelola oleh putra John Zápolya yang masih bayi, di bawah pengawasan Utsmani.
Meski pembagian ini diterapkan, perdamaian tetap sulit dicapai. Perang kembali pecah antara Utsmani dan Habsburg pada 1551–1553. Melanjutkan misi memperluas daerah kekuasaan Kesultanan Utsmani, ambisi Sultan Suleiman belum juga surut. Pada tahun 1552, Sultan Suleiman menyerang Eropa yang ditujukan kepada Ferdinand I. Dari serangan tersebut hanya membuahkan penaklukan di Temesvar dan Sebagian wilayah dari Transylvania. Konflik ini akhirnya mereda sementara setelah kematian Suleiman saat kampanye militer pada 1566.
Perang Turki Panjang (1593-1606)
Perang Panjang menjadi salah satu konflik militer yang paling mematikan. Berlangsung dari tahun 1593 sampai dengan 1606. Perang ini berawal dari ambisi dua Dinasti besar untuk menguasai wilayah strategis di Eropa Tengah, termasuk diantaranya Transylvania, Hungaria, dan Balkan.

Kampanye militer Kesultanan Utsmani pada tahun 1591–1592, yang berujung pada penaklukan Bihać, menjadi pemicu utama konflik. Meskipun sering disebut Perang Lima Belas Tahun, perang ini lebih dikenal dengan nama Perang Turki Panjang. Dibawah pimpinan Hasan Pasha, Utsmani berhasil merebut benteng Bihac pada Juni 1592. Penaklukan ini menjadi pencapaian paling barat Turki, yang memicu Paus Klemens VIII untuk mengusulkan pembentukan liga melawan Turki.
Konflik ini melibatkan Monarki Habsburg yang didukung oleh Kepangeranan Transylvania, Wallachia, dan Moldavia, melawan Kesultanan Utsmani. Selain itu, negara-negara seperti Ferrara, Tuscany, Mantua, dan Negara Kepausan turut berpartisipasi dalam konflik, meski dalam skala yang lebih kecil.
Pertempuran Keresztes
Pertempuran Keresztes (24–26 Oktober 1596) adalah konflik antara pasukan Habsburg-Transylvania dan Kesultanan Utsmani di Mezőkeresztes, Hungaria utara. Pertempuran ini berakhir dengan kemenangan Utsmani, yang memperkuat kendali mereka atas Hungaria dan sebagian besar Balkan. Perang ini menjadi bagian dari konflik panjang antara Habsburg dan Utsmani dalam Perang Panjang (1593–1606).
Perang dimulai akibat ketegangan perbatasan dan aktivitas bandit, terutama di Adriatik dan Balkan. Sinan Pasha, wazir agung Utsmani, mendorong Sultan Murad III untuk memulai perang melawan Habsburg. Habsburg, yang dipimpin oleh Kaisar Rudolf II, memanfaatkan perang ini untuk memperluas pengaruhnya di Transylvania dan membangkitkan solidaritas Kristen melawan Utsmani.

Kampanye Militer
- Awal Konflik (1593–1595): Utsmani mencapai kemenangan awal dengan merebut Raab (1594) dan mengepung wilayah penting di Hungaria. Namun, Habsburg berhasil merebut Gran dan Visegrad pada 1595.
- Pertempuran Keresztes (1596): Sultan memimpin pasukan Utsmani merebut Erlau dan mengalahkan pasukan bantuan Habsburg di Mezőkeresztes, kemenangan terbesar Utsmani dalam perang ini.
- Intervensi di Transylvania: Habsburg mencoba menguasai Transylvania dengan dukungan lokal. Namun, operasi mereka terganggu oleh campur tangan Polandia dan pemberontakan lokal.
Akhir Konflik dan Perjanjian
Ketidakpuasan meluas akibat kebijakan re-Katolikisasi oleh Habsburg dan konflik berkepanjangan. Pemberontakan Bocskai (1604–1606) dipimpin oleh István Bocskai, yang menggalang perlawanan di Hungaria dan Transylvania. Konflik ini berakhir dengan Perjanjian Wina (1606), yang memberikan otonomi lebih besar kepada Transylvania dan Hungaria serta menghentikan re-Katolikisasi.
Dampak
Perang ini melemahkan kedua belah pihak. Habsburg kehilangan peluang memperluas wilayahnya secara signifikan, sementara Utsmani menghadapi pemberontakan internal dan serangan dari Persia. Kedua kekuatan ini akhirnya menyepakati perdamaian untuk mengatasi krisis di wilayah masing-masing.
Pertempuran Keresztes dan Perang Turki 1593–1606 menunjukkan pentingnya strategi militer dan diplomasi dalam konflik Habsburg-Utsmani. Meskipun Utsmani menang di medan perang, perang ini menyoroti kelemahan struktural di kedua Dinasti.
Pengepungan Wina Kedua (1683)
Pengepungan Wina Kedua pada tahun 1683 menjadi peristiwa penting dalam rangkaian konflik Utsmani dengan Habsburg. Pertempuran ini menandai puncak konflik serta menjadi titik balik yang menghentikan ekspansi Utsmani lebih jauh ke Eropa Tengah.
Kesultanan Utsmani berada dalam tahap akhir dari masa kejayaannya. Sultan Mehmed IV dan Perdana Menteri (Wazir Agung) Kara Mustafa Pasha berencana memperluas kekuasaan Utsmani lebih jauh ke Eropa Tengah. Wina, ibu kota Dinasti Habsburg, menjadi target utama karena lokasinya yang strategis dan simboliknya sebagai pusat kekuatan Kristen di Eropa Tengah.
Dinasti Habsburg, di bawah Kaisar Leopold I, sedang menghadapi tantangan internal dan eksternal, termasuk konflik dengan Prancis dan pemberontakan di Hungaria. Sementara Utsmani, dengan dukungan diam-diam dari tantara Hungaria, berhasil mengepung WIna dan merebut benteng luar.

Untuk menghadapi ancaman Utsmani, negara-negara Kristen Eropa membentuk Liga Suci, aliansi militer yang dipimpin oleh Paus Innocentius XI, termasuk Habsburg, Polandia-Lituania, Venesia, dan negara-negara Jerman lainnya. Dengan bantuan dari Liga Suci, terutama serangan yang diluncurkan oleh kavaleri Polandia-Lituania, barisan Utsmani berhasil dipecah belah. Mustafa Pasha mengalami kekalahan telak, dan terpaksa membawa mundur pasukan Utsmani.
Perang Liga Suci (1684-1699)
Setelah mengalami kekalahan telak di pengepungan Wina kedua, Dinasti Habsburg melancarkan beberapa serangan ke Hungaria (yang mana Sebagian besar wilayahnya menjadi vasal dari Utsmani). Diantara wilayah yang berhasil direbut Kembali adalah kota Buda (Budapest) pada tahun 1686. Kemudian terjadi Kembali pertempuran Mohacs yang berhasil dibebaskan.
Di bagian Timur, Rusia (anggota Liga Suci) berhasil merebut Benteng Azov dari Utsmani di tahun 1695-1696. Sebagai kampanye penutup, Habsburg dibawah pimpinan Pangeran Eugene dari Savoy melawan Utsmani memimpin kemenangan melawan Utsmani di dekat Sungai Tisza. Kekalahan ini menjadi pemicu Utsmani untuk mencari perdamaian.

Perdamaian dan Akhir Konflik dengan Liga Suci
Rangkaian konflik Utsmani dengan Liga Suci diakhiri dengan Perjanjian Karlowitz pada tanggal 26 Januari 1699. Perjanjian ini menjadi tonggak Sejarah karena dijadikan pertanda kehilangan sebagian besar wilayah Utsmani di Eropa. Perwakilan Utsmani menandatangani 3 perjanjian dengan diplomat dari Hbasburg Austria, Polandia juga Venesia yang berlokasi di Karlowitz, Sungai Donau dekat dengan Beograd.
Pasca Perjanjian Karlowitz
Hubungan Utsmani dengan Habsburg setelah melalui perjanjian Karlowitz masih mencekam, bahkan terjadi beberapa perang dan perjanjian damai berikutnya. Kedua belah pihak masih bersitegang untuk mencaplok wilayah kuasanya. Habsburg ingin memperluas pengaruhnya di Balkan. Sedangkan Utsmani berambisi merebut Kembali wilayah yang hilang di perjanjian Karlowitz.
Perang-perang berikutnya, seperti yang berakhir dengan Perjanjian Passarowitz (1718) dan Perjanjian Belgrade (1739), mencerminkan kemunduran militer Utsmani dan konsolidasi kekuatan Habsburg. Konflik ini mengindikasikan pergeseran keseimbangan kekuatan di Kawasan Eropa, dengan Utsmani secara bertahap kehilangan dominasi di Eropa Tengah dan Timur.

Pasca Perjanjian Belgrade, hubungan antara Kekaisaran Utsmani dan Habsburg memasuki periode stabilitas sementara, tetapi dominasi Utsmani di Balkan terus melemah akibat kemunduran internal dan ancaman eksternal dari kekuatan Eropa lainnya. Konflik besar antara keduanya mereda untuk sementara waktu, sebelum kembali memanas menjelang akhir abad ke-18.
Kedua belah pihak, berfokus terhadap fokus masing-masing menyelesaikan konflik internalnya. Habsburg disibukan dengan Perang Suksesi Austria, sedangkan Utsmani menghadapi ancaman yang datang dari Rusia. Konflik Utsmani dengan Rusia diakhiri dengan perjanjian Kucuk Kaynarca tahun 1774. Satu dekade berikutnya, terjadilah perang antara Rusia dengan Utsmani, yang mana Habsburg bersekutu dengan Rusia untuk melawan Utsmani. Rusia memenangkan beberapa pertempuran untuk memperluas wilayahnya di sebagian wilayah Utsmani. Sedangkan Habsburg menjadi sekutu di beberapa pertempuran tersebut.
Perjanjian Sistova (1791)
Perjanjian Sistova disepakati pada 22 Agustus 1791 setelah melakukan 18 pertemuan antara para pihak yang terlibat. Perjanjian ini merupakan hasil dari negosiasi perdamaian atas konflik Panjang yang terjadi antara Austria (Habsburg) dengan Utsmani. Perjanjian Sistova terdiri dari 14 butir pasal yang didalamnya mencakup hal-hal yang menguntungkan untuk kedua belah pihak.

Konflik antara Utsmani dan Habsburg mencerminkan ketegangan antara dua kekuasaan adidaya. Meskipun memiliki Sejarah yang kelam diantara hubungan kedua kekuasaan tersebut, akan tetapi hubungan keduanya lebih harmonis di tahun-tahun berikutnya. Hal ini sesuai dengan yang tercantum pada isi perjanjian Sistovia pasal 1.
Baca Juga: Perang Herero – Jerman (1904-1908) – Tinta Emas
Eksplorasi konten lain dari Tinta Emas
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.