Koalisi 31 negara Arab–Muslim bersama Liga Arab mengecam keras pernyataan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu yang menyatakan dirinya terhubung dengan visi “Israel Raya”—sebuah gagasan ekspansionis yang mencakup klaim atas Tepi Barat, Gaza, serta bagian Lebanon, Suriah, Mesir, dan Yordania—serta menyebutnya pelanggaran terang terhadap hukum internasional dan ancaman langsung bagi keamanan Arab dan perdamaian regional–global; koalisi juga mengecam langkah Menteri Keuangan Bezalel Smotrich mendorong perluasan permukiman ilegal di Tepi Barat yang “mengubur” solusi negara Palestina, menegaskan Israel tak memiliki kedaulatan atas wilayah Palestina yang diduduki, dan merujuk dukungan PBB serta pendapat penasihat ICJ yang menyatakan pendudukan itu melawan hukum—di tengah perang 22 bulan di Gaza yang menewaskan sedikitnya 61.827 orang dan melukai 155.275—seraya mengkritik rencana pendudukan penuh Kota Gaza dan retorika “mengizinkan” warga pergi yang dipandang sebagai eufemisme pembersihan etnis; pernyataan bersama menutup seruan gencatan senjata segera, akses kemanusiaan tanpa syarat, penolakan total terhadap pemindahan paksa, dan tuntutan agar Israel menghentikan agresi serta menarik pasukan sepenuhnya dari Jalur Gaza.

Koaliasi Negara Arab-Muslim mengecam visi “Israel Raya”, sebut ancaman bagi keamanan kawasan
Koalisi 31 negara Arab dan Muslim bersama Liga Arab mengecam “sekeras-kerasnya” pernyataan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu yang menyatakan dirinya “sangat” terhubung dengan visi “Israel Raya”. Dalam wawancara di kanal i24NEWS, ketika ditanya apakah ia menganut visi “Israel Raya”, Netanyahu menjawab “absolut” dan menegaskan keterikatannya dengan gagasan tersebut. Koalisi menilai pernyataan itu sebagai pengabaian serius terhadap hukum internasional dan fondasi hubungan antarnegara yang stabil, sekaligus ancaman langsung bagi kedaulatan negara-negara Arab serta perdamaian dan keamanan regional maupun internasional.
Apa yang Dimaksud “Israel Raya”
Konsep “Israel Raya” yang didorong kelompok ultranasionalis dipahami sebagai visi ekspansionis yang merentang klaim atas Tepi Barat, Gaza, serta sebagian wilayah Lebanon, Suriah, Mesir, dan Yordania. Dalam konteks konflik yang masih berlangsung, koalisi Arab–Islam menilai pengumuman visi tersebut memperkeruh situasi dan memperlemah upaya diplomasi.
Pernyataan Bersama Koalisi Arab–Islam
Dalam pernyataannya, koalisi menyebut komentar Netanyahu “melanggar secara terang-terangan” aturan hukum internasional. Penandatangan juga mencakup para sekretaris jenderal Liga Negara Arab, Organisasi Kerja Sama Islam (OKI), dan Dewan Kerja Sama Teluk (GCC). Koalisi menegaskan, Israel tidak memiliki kedaulatan atas wilayah Palestina yang diduduki dan setiap upaya memperluas permukiman atau mengubah demografi di wilayah tersebut bertentangan dengan hukum internasional.
Baca Juga: Pemilu Bolivia 2025 Bisa Akhiri 20 Tahun Kekuasaan Kiri Sosialisme – Tinta Emas
Isu Permukiman dan Pernyataan Smotrich
Mengutip dari Al-Jazeera, koalisi juga mengecam pengumuman Menteri Keuangan Israel Bezalel Smotrich yang mendorong perluasan permukiman di Tepi Barat. Smotrich menyatakan akan menyetujui ribuan unit rumah dalam proyek permukiman yang lama tertunda—langkah yang menurutnya “mengubur gagasan negara Palestina”. Bagi koalisi, kebijakan ini merupakan pelanggaran terang terhadap hukum internasional dan merampas hak asasi rakyat Palestina untuk mewujudkan negara merdeka dan berdaulat berdasarkan garis 4 Juni 1967, dengan Yerusalem Timur sebagai ibu kota.
Sorotan PBB dan ICJ
Pada September lalu, Majelis Umum PBB secara telak mengadopsi resolusi yang mendesak Israel mengakhiri pendudukan ilegal atas wilayah Palestina dalam waktu 12 bulan, sejalan dengan pendapat penasihat Mahkamah Internasional (ICJ) yang menilai kehadiran Israel di wilayah tersebut tidak sah dan harus diakhiri. Pada Januari 2024, ICJ juga menyatakan Israel “secara masuk akal diduga” melakukan genosida dalam kasus yang diajukan Afrika Selatan—putusan akhir masih menunggu diumumkan.
Perang di Gaza dan Kontroversi Soal “Mengizinkan” Warga Pergi
Pernyataan Netanyahu dan Smotrich muncul di tengah perang Israel di Gaza yang memasuki bulan ke-22, dengan sedikitnya 61.827 orang tewas dan 155.275 luka-luka menurut otoritas setempat. Pekan lalu, Kabinet Keamanan Israel menyetujui rencana Netanyahu untuk sepenuhnya menduduki Kota Gaza. Dalam wawancara yang sama, Netanyahu kembali menyebut akan “mengizinkan” warga Palestina meninggalkan Gaza. Para pegiat menilai istilah “mengizinkan pergi” merupakan eufemisme bagi pembersihan etnis terhadap populasi Gaza—sekitar 2,1 juta jiwa, mayoritas di antaranya pengungsi dan keturunannya sejak Nakba 1948 ketika lebih dari 700.000 warga Palestina terusir dari tanah mereka.
Seruan Koalisi: Gencatan Senjata, Bantuan Kemanusiaan, dan Penarikan Penuh
Negara-negara Arab dan Islam kembali menegaskan penolakan total terhadap pemindahan atau pengusiran warga Palestina dalam bentuk apa pun. Mereka mendesak segera tercapainya gencatan senjata di Gaza, akses kemanusiaan tanpa syarat untuk menghentikan kelaparan sistematis, serta tekanan internasional agar Israel menghentikan agresi dan menarik pasukan sepenuhnya dari Jalur Gaza. Koalisi menutup pernyataannya dengan menyerukan langkah-langkah nyata komunitas internasional guna memulihkan kepatuhan pada hukum internasional dan membuka jalan bagi solusi politik yang adil dan berkelanjutan.
Eksplorasi konten lain dari Tinta Emas
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.