Kematian Turgut Reis menjadi sebuah peristiwa tragis yang menandai akhir dari kehidupan seorang tokoh penting dalam sejarah maritim Ottoman. Takdir tragis menimpanya saat ia meninggal selama pengepungan Malta. Serpihan meriam yang jatuh di dekatnya melukai kepala Dragut secara fatal, menandai akhir dari kehidupan legendarisnya. Meskipun ia telah tiada, warisan perjuangannya tetap melekat dalam sejarah maritim Ottoman, sebagai simbol keberanian dan keunggulan di laut.

kematian turgut reis
Poster: Instagram/@tintaemasnet

Turgut Reis dan Julukan “Pedang Islam yang terhunus”

Turgut Reis, yang juga masyhur dengan nama Dragut, lahir pada tahun 1485 dan meninggal pada 23 Juni 1565. Ia adalah seorang tokoh penting dalam sejarah maritim Ottoman, yang berjuluk “Pedang Islam yang terhunus”. Dragut terkenal sebagai seorang korsair yang ulung, komandan angkatan laut yang cakap, sekaligus seorang gubernur dan bangsawan.

Dragut memimpin perluasan kekuatan maritim Kekaisaran Ottoman ke wilayah Afrika Utara. Kemampuannya dalam strategi militer membuat kawan dan lawan mengakuinya sebagai salah satu korsair paling berbahaya dalam sejarah. Ia sering disebut sebagai “pejuang bajak laut terhebat sepanjang masa” dan dianggap sebagai “raja tanpa mahkota di Mediterania”. Kejeniusan militernya membuatnya menjadi sosok yang tak tergantikan di antara para pemimpin Turki pada masanya.

Dragut juga mendapatkan pujian dari seorang laksamana Prancis yang menggambarkannya sebagai “peta hidup Mediterania”. Selain di laut, Ia juga sangat terampil di darat dan setara dengan para jenderal terbaik pada zamannya. Hayreddin Barbarossa, yang menjadi mentornya, bahkan menyatakan bahwa Dragut unggul darinya dalam hal penangkapan ikan dan keberanian.

Pengepungan Besar Malta 1565

Pada tahun 1565, Sultan Suleiman memerintahkan Pengepungan Besar Malta, dan Turgut Reis menjadi tokoh penting dalam peristiwa ini. Turgut Reis bergabung dengan pasukan Ottoman di bawah pimpinan Piyale Pasha, membawa 1.600 orang (beberapa sumber menyebutkan 3.000 orang) dan 15 kapal (13 galai dan 2 galiot; meskipun beberapa sumber menyebutkan 17 kapal). Pada tanggal 31 Mei 1565, mereka mendarat di pintu masuk Marsa Muscietto, sebuah tanjung yang kemudian dinamai ‘Dragut Point’ sebagai penghormatan padanya, sekarang dikenal sebagai Tigné Point.

Sesampainya di sana, Dragut bertemu dengan Kızılahmedli Mustafa Pasha, komandan pasukan darat Ottoman yang sedang mengepung Benteng St. Elmo. Dragut memberikan saran kepada Mustafa Pasha untuk merebut Cittadella dan Mdina yang pertahanannya lemah dengan segera, namun saran tersebut terabaikan. Dragut juga mengatur agar tembakan meriam lebih berfokus pada Benteng St. Elmo yang baru berdiri, mengendalikan pintu masuk Pelabuhan Agung (Pelabuhan Valletta), dan tampak lebih rentan berbanding dengan benteng-benteng lainnya.

Ia sendiri turut membombardir dengan 30 meriam pribadinya. Dalam waktu hanya 24 jam, pasukan Ottoman melepaskan 6.000 tembakan meriam. Sadar bahwa Benteng St. Elmo dan Benteng St. Angelo (markas besar Kesatria di sisi lain Pelabuhan Agung) masih dapat saling berkomunikasi, Dragut memerintahkan pengepungan total Benteng St. Elmo dengan tujuan mengisolasi benteng tersebut dari Benteng St. Angelo.

Kematian Turgut Reis dan Kegagalan Pengepungan Malta

Pada tanggal 18 Juni 1565, Dragut terluka di kepala akibat serpihan meriam yang jatuh di dekatnya. Tidak jelas apakah tembakan tersebut berasal dari Benteng St. Angelo atau tembakan dari pasukan Turki sendiri. Lima hari kemudian, pada tanggal 23 Juni 1565, Dragut akhirnya meninggal karena luka-lukanya. Sejarawan-sejarawan Spanyol dan Italia seperti Francisco Balbi di Correggio mencatat kekalahan pasukan Dragut setelah kematiannya di Malta.

Kematian Turgut Reis membuat pengepungan Malta berujung dengan kegagalan. Banyak sejarawan yang meyakini bahwa jika ia masih hidup, pengepungan tersebut akan berhasil. Namun, kematian Turgut Reis memicu pertengkaran antara dua perwira militer Ottoman yang lebih senior, yang kemudian mengakibatkan serangkaian keputusan yang buruk dan justru membantu menyelamatkan Kesatria Malta. Uluç Ali Reis kemudian membawa jenazah Dragut ke Tripoli dan memakamkannya di Masjid Sidi Darghut, yang terletak di belakang kastil. Hingga saat ini, masjid tersebut masih berdiri sebagai tempat ibadah.

Warisan dan Penghormatan

Dragut, merupakan sosok yang sering muncul dalam karya seni, patung, dan menjadi subjek banyak buku yang mengisahkan kehidupan dan penaklukannya. Nama asli Turki-nya, Turgut Reis, diabadikan dalam banyak tempat menarik dan bangunan di berbagai negara. Bahkan, kota kelahirannya mengubah namanya dari Karatoprak menjadi Turgutreis sebagai penghormatan padanya pada tahun 1972.

Nama Turgut Reis tersemat di kapal-kapal perang dan kapal penumpang Angkatan Laut Turki. Prestasi Turgut Reis membuatnya terus memperoleh ketenaran dan penghormatan besar di Turki, di mana kota kelahirannya dinamai Turgutreis sebagai bentuk penghormatan.

Selain itu, terdapat sebuah tempat yang bernama “Dragut Point” di ujung promontori Tigne di Malta. Tempat ini memiliki makna sejarah yang penting, karena di sinilah Turgut mendirikan baterai pertamanya pada tahun 1565 untuk membombardir Benteng Santo Elmo.

Sejarah Malta mencatat Dragut sebagai musuh dalam, dan “il-Ponta ta’ Dragut” berfungsi sebagai monumen yang mengenang pertempuran besar yang terjadi di sana dan kekalahan terakhir Dragut dalam Pengepungan Besar Malta.

Prestasi Turgut Reis

Turgut Reis, merupakan seorang tokoh penting dalam sejarah maritim Kekaisaran Ottoman. Selain menjadi Laksamana dan Corsair di Angkatan Laut Ottoman di bawah kekuasaan Sultan Suleiman yang Agung, Dragut juga menjabat dalam berbagai posisi penting.

Dragut pernah menjadi Bey Aljir dan Djerba, yang merupakan gelar kehormatan sebagai pemimpin di dua wilayah penting di Mediterania. Ia juga menjabat sebagai Beylerbey, yang merupakan pangkat tertinggi dalam administrasi kekaisaran di wilayah Mediterania. Selain itu, Dragut juga menjadi Bey dan kemudian menjadi Pasha di Tripoli.

Selama masa jabatannya sebagai Pasha di Tripoli, Dragut mencapai prestasi yang mengagumkan. Ia melakukan pembangunan besar-besaran di kota tersebut, membuatnya menjadi salah satu kota paling mempesona di sepanjang Pantai Afrika Utara. Dragut meninggalkan warisan yang kuat di Tripoli, baik dalam hal pembangunan fisik maupun stabilitas politik.

Baca Juga: Kematian Sultan Abdul Aziz I: Bunuh Diri atau Dibunuh? – Tinta Emas


Eksplorasi konten lain dari Tinta Emas

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

Tinta Emas https://tintaemas.net

Selamat datang di Tinta Emas! Kami menjadi sumber berita arus utama yang memotret berbagai peristiwa di seluruh belahan dunia dengan kecermatan, keadilan dan integritas.

Mungkin Kamu Juga Menyukai

Lainnya dari Penulis

+ There are no comments

Add yours

Tinggalkan Balasan