Israel dan Hamas mencapai kesepakatan gencatan senjata pada Rabu (15/1) yang akan dimediasi oleh Qatar dan AS untuk mengakhiri perang 15 bulan di Gaza. Kesepakatan ini mencakup pembebasan sandera, penarikan pasukan, dan bantuan kemanusiaan bagi warga Palestina.

Baca Juga: Penahanan Yoon Suk Yeol dan Ketegangan Politik di Korea Selatan
Kesepakatan Dimediasi Qatar dan AS
Israel dan Hamas telah mencapai kesepakatan untuk menghentikan perang yang berlangsung selama 15 bulan di Gaza, termasuk pembebasan sandera yang ditawan. Perjanjian tersebut, yang dimediasi oleh Qatar dan Amerika Serikat, akan mulai berlaku pada hari Minggu, sebagaimana disampaikan oleh para mediator.
Isi Perjanjian: Gencatan Senjata, Penarikan Pasukan, dan Pertukaran Tahanan
Kesepakatan ini mencakup gencatan senjata selama enam minggu, diiringi penarikan bertahap pasukan Israel dari Gaza, sebuah wilayah yang telah mengalami kehancuran akibat konflik yang menewaskan puluhan ribu orang. Sebagai bagian dari perjanjian, kelompok Hamas yang menguasai Gaza akan membebaskan para sandera sebagai imbalan atas pembebasan tahanan Palestina oleh Israel.
Reaksi Biden dan Netanyahu terhadap Upaya Perdamaian
Dalam konferensi pers di Doha, Perdana Menteri Qatar Sheikh Mohammed bin Abdulrahman Al Thani menegaskan bahwa implementasi kesepakatan ini membutuhkan kerja sama antara kedua belah pihak. Presiden Amerika Serikat Joe Biden menyambut baik kesepakatan tersebut, menekankan bahwa langkah ini tidak hanya menghentikan pertempuran tetapi juga memberikan bantuan kemanusiaan yang sangat dibutuhkan oleh warga sipil Palestina serta mempersatukan kembali sandera dengan keluarga mereka.
Sementara itu, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengapresiasi dukungan Biden dalam melaksanakan kesepakatan ini, meskipun ia menyebutkan bahwa beberapa rincian akhir masih dalam proses penyelesaian. Di sisi lain, pemimpin Hamas Khalil al-Hayya menganggap kesepakatan ini sebagai kemenangan atas “ketahanan” rakyat Palestina.
Tantangan Pelaksanaan: Serangan Udara Masih Berlangsung di Gaza
Serangan udara Israel dilaporkan masih berlangsung di beberapa wilayah Gaza hingga Rabu malam, mengakibatkan sejumlah korban jiwa. Menurut pejabat Palestina, para mediator terus berusaha memastikan kedua pihak menghentikan permusuhan sebelum gencatan senjata dimulai pada hari Minggu.
Meskipun ada kesepakatan, serangan udara Israel tetap dilaporkan berlanjut. Badan Pertahanan Sipil yang dikelola Hamas melaporkan lebih dari 20 orang tewas akibat serangan terbaru, termasuk 12 warga yang tinggal di permukiman Sheikh Radwan di Kota Gaza. Hingga kini, militer Israel belum memberikan komentar resmi terkait serangan tersebut.
Merayakan Gencatan Senjata
Gaza-Palestina
Masyarakat Palestina di Gaza menyambut gembira berita gencatan senjata, meski di tengah kondisi yang sangat sulit akibat perang. Di Khan Younis, kerumunan memadati jalan-jalan, merayakan dengan sorakan, klakson yang terus berbunyi, tarian penuh semangat, serta kibaran bendera Palestina yang melambangkan harapan. “Saya sangat bahagia. Ya, saya menangis, tetapi itu adalah air mata kebahagiaan,” ujar Ghada, seorang ibu dari lima anak yang terpaksa mengungsi bersama keluarganya.
Meskipun merayakan, warga Gaza masih terperangkap dalam krisis kemanusiaan yang sangat mendalam, dengan kekurangan pangan, air, bahan bakar, dan tempat tinggal. Berita mengenai kesepakatan gencatan senjata ini disambut dengan sorak-sorai di seluruh penjuru Gaza. Foto-foto yang beredar memperlihatkan warga yang melambaikan bendera Palestina di Deir al-Balah dan Khan Younis, mencerminkan optimisme dan harapan yang tumbuh akan tercapainya perdamaian setelah bertahun-tahun berkonflik.
Tel Aviv-Israel
Di Tel Aviv, keluarga dan teman-teman sandera Israel turut bersukacita atas berita tersebut. Dalam sebuah pernyataan, mereka mengungkapkan “kegembiraan dan kelegaan luar biasa atas kesepakatan untuk membawa pulang orang-orang yang kami cintai.” Meski begitu, penerimaan resmi atas kesepakatan ini masih menunggu persetujuan kabinet keamanan dan pemerintah Israel, yang dijadwalkan memberikan suara pada Kamis mendatang.
Latar Belakang Konflik: Awal Serangan dan Dampaknya
Israel melancarkan operasi militer besar-besaran untuk menghancurkan Hamas setelah serangan lintas perbatasan pada 7 Oktober 2023. Dalam peristiwa tersebut, sekitar 1.200 orang tewas, sementara 251 lainnya disandera, termasuk warga asing. Sebagai balasan, serangan Israel di Gaza telah merenggut lebih dari 46.700 nyawa, menurut data dari kementerian kesehatan yang dikelola oleh Hamas.
Perang ini juga memicu krisis kemanusiaan yang sangat parah di Gaza. Sebagian besar dari 2,3 juta penduduk terpaksa mengungsi dan menghadapi musim dingin dalam tenda dan tempat penampungan darurat. Selain itu, infrastruktur kota mengalami kerusakan parah. Kondisi ini semakin diperburuk dengan kekurangan makanan, bahan bakar, obat-obatan, dan tempat tinggal, sementara distribusi bantuan kemanusiaan masih terhambat di daerah-daerah yang paling terdampak.
Serangan udara yang terjadi beberapa hari ini di Kota Gaza dan wilayah utara menewaskan sedikitnya 32 orang, sementara ribuan lainnya terus menghadapi krisis kemanusiaan yang mendesak.
Penolakan Internal di Pemerintahan Israel
Kesepakatan gencatan senjata diperkirakan akan mendapat persetujuan meskipun menghadapi penolakan dari beberapa anggota garis keras dalam koalisi pemerintahan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu. Menteri Keuangan Bezalel Smotrich secara terbuka mengecam perjanjian tersebut pada hari Rabu.
Netanyahu dilaporkan telah menelepon Presiden AS Joe Biden dan Presiden terpilih Donald Trump untuk menyampaikan terima kasih atas kontribusi mereka dalam tercapainya kesepakatan ini. Netanyahu juga menyatakan akan segera mengunjungi Washington dalam waktu dekat.
Seruan Hamas dan Perdana Menteri Qatar
Dalam pernyataannya, Hamas menyebut kesepakatan ini sebagai “pencapaian bagi rakyat kami” dan “titik balik” penting dalam perjuangan mereka. Sementara itu, Perdana Menteri Qatar Sheikh Mohammed bin Abdulrahman Al Thani menyerukan “perdamaian” dari kedua belah pihak menjelang dimulainya fase pertama gencatan senjata selama enam minggu.
Tahapan Implementasi Gencatan Senjata
- Fase Pertama: Melibatkan pertukaran 33 sandera, termasuk wanita, anak-anak, dan orang tua, dengan tahanan Palestina di penjara Israel. Pasukan Israel akan mundur ke wilayah timur, menjauh dari daerah padat penduduk di Gaza. Warga Palestina yang mengungsi akan diizinkan kembali ke rumah mereka, sementara ratusan truk bantuan akan memasuki Gaza setiap hari.
- Fase Kedua: Negosiasi dimulai pada hari ke-16, berfokus pada pembebasan sisa sandera, penarikan penuh pasukan Israel, dan menciptakan “perdamaian berkelanjutan.”
- Fase Ketiga: Menargetkan rekonstruksi Gaza, yang diperkirakan memakan waktu bertahun-tahun, dan pemulangan jenazah sandera yang tersisa.
Pada tahap pertama, 33 sandera Israel, termasuk wanita, anak-anak, dan pria di atas 50 tahun, akan dibebaskan. Dua di antaranya adalah warga negara Amerika, Keith Siegel dan Sagui Dekel-Chen. Kesepakatan ini juga menyerukan peningkatan bantuan kemanusiaan ke Gaza, yang akan didukung oleh PBB dan Komite Palang Merah Internasional. Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres menegaskan bahwa prioritas saat ini adalah meringankan penderitaan luar biasa yang dialami warga Gaza.
Sheikh Mohammed menyatakan bahwa mekanisme negosiasi untuk setiap tahap telah disusun secara rinci dan akan dipublikasikan dalam beberapa hari ke depan. Qatar, AS, dan Mesir akan bekerja sama untuk memastikan komitmen Israel dan Hamas terhadap perjanjian ini.
Peran AS dan Trump
Presiden Joe Biden menyebut keberhasilan kesepakatan ini sebagai hasil dari kerja sama “diplomasi intensif” Amerika Serikat dan sekutunya, didukung oleh tekanan pada Hamas dan perubahan dinamika regional. Biden juga menyoroti pentingnya upaya rekonsiliasi dan membangun perdamaian di wilayah tersebut. Biden juga menekankan pentingnya bekerja untuk perdamaian jangka panjang setelah perang ini.
Presiden terpilih Donald Trump juga memainkan peran penting dengan menuntut pembebasan sandera sebelum pelantikannya. Trump bahkan menjadi pihak pertama yang mengumumkan tercapainya kesepakatan, mendahului Gedung Putih dan Qatar. Dalam unggahan media sosialnya, Trump menyebut kesepakatan tersebut sebagai “luar biasa” dan mengklaim keberhasilan itu terkait dengan “kemenangan bersejarah” pada pemilu November di AS, dengan utusannya memainkan peran penting dalam negosiasi akhir.
Seruan untuk Perdamaian dan Rekonstruksi
Dalam pernyataan resminya, Presiden Biden mengingatkan dunia akan dampak tragis konflik ini, termasuk serangan Konflik Israel-Hamas pada 7 Oktober yang menewaskan ribuan orang dan perang selanjutnya yang membawa korban jiwa dalam jumlah besar. Biden menyerukan agar fokus dialihkan ke rekonstruksi Gaza dan upaya membangun perdamaian yang berkelanjutan.
Sheikh Mohammed menambahkan, “Kami berharap ini menjadi bab terakhir dari perang ini, dan semua pihak berkomitmen untuk menjalankan kesepakatan demi perdamaian di masa depan.”
Dampak Gencatan Senjata pada Gaza dan Timur Tengah
Jika berhasil, kesepakatan gencatan senjata ini akan menghentikan pertempuran yang telah menghancurkan sebagian besar wilayah Gaza dan memaksa sebagian besar dari 2,3 juta penduduknya mengungsi. Lebih luas lagi, hal ini berpotensi mengurangi ketegangan di kawasan Timur Tengah yang semakin memanas akibat perang, termasuk di Tepi Barat, Lebanon, Suriah, Yaman, dan Irak. Ketegangan ini juga menimbulkan kekhawatiran akan eskalasi konflik besar antara Israel dan Iran.
Peran Diplomasi Internasional
Kesepakatan ini merupakan hasil negosiasi intens selama berbulan-bulan yang dimediasi oleh Mesir dan Qatar dengan dukungan Amerika Serikat. Presiden Mesir Abdel Fattah El-Sisi, bersama para pemimpin dari Turki, Inggris, Yordania, Jerman, dan Uni Emirat Arab, menyambut baik kesepakatan ini. Utusan Presiden AS terpilih Donald Trump untuk Timur Tengah, Steve Witkoff, hadir dalam negosiasi yang berlangsung 96 jam terakhir di Qatar.
Proses Persetujuan di Israel
Kabinet Israel diperkirakan akan menyetujui kesepakatan ini, meskipun ada penolakan dari mitra koalisi sayap kanan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu. Setelah disetujui, nama-nama tahanan Palestina yang akan dibebaskan akan diumumkan ke publik, memberikan waktu 48 jam bagi keluarga korban untuk mengajukan banding.
Reaksi Hamas dan Warga Gaza
Kepala negosiator Hamas, Khalil al-Hayya, menyebut kesepakatan ini sebagai “tonggak sejarah” yang memungkinkan mereka untuk mulai membangun kembali Gaza dan meringankan penderitaan warganya. Namun, ia juga menegaskan bahwa Hamas tidak akan melupakan penderitaan yang dialami rakyat Palestina selama konflik ini.
Tantangan Tahap Berikutnya
Meskipun kesepakatan telah dicapai, jalan ke depan masih penuh dengan tantangan. Keluarga sandera Israel mengungkapkan kekhawatiran bahwa pelaksanaan kesepakatan mungkin tidak berjalan sesuai harapan, dengan risiko beberapa sandera tetap tertinggal di Gaza. Pada hari ke-16 tahap pertama, negosiasi akan dimulai kembali untuk membahas pembebasan seluruh sandera yang tersisa, penarikan penuh pasukan Israel dari Gaza, dan gencatan senjata permanen.
Tahap ketiga dari kesepakatan ini direncanakan mencakup pemulangan jenazah yang tersisa serta dimulainya rekonstruksi Gaza. Proses tersebut akan diawasi oleh Mesir, Qatar, dan Perserikatan Bangsa-Bangsa, menjadikannya tantangan besar yang membutuhkan koordinasi internasional.
Ambisi Trump untuk Kesepakatan Abraham
Presiden terpilih Donald Trump menyatakan keinginannya menggunakan momentum gencatan senjata ini untuk memperluas Kesepakatan Abraham—sebuah inisiatif yang ia dukung selama masa jabatannya sebelumnya untuk menormalisasi hubungan Israel dengan negara-negara Arab. Trump berharap kesepakatan ini dapat membuka jalan bagi pembicaraan damai yang lebih luas di kawasan Timur Tengah.
Masa Depan Gaza Pascaperang
Jika semua tahapan kesepakatan berhasil dijalankan, tantangan berikutnya adalah menentukan masa depan Gaza pascaperang. Hal ini mencakup jaminan keamanan bagi Israel serta investasi miliaran dolar untuk membangun kembali wilayah tersebut. Namun, pertanyaan besar tetap menggantung: siapa yang akan memimpin Gaza setelah konflik berakhir?
Israel secara tegas menolak keterlibatan Hamas, kelompok yang memerintah Gaza sejak 2007 dan berkomitmen untuk menghancurkan Israel. Namun, Israel juga tidak mendukung kembalinya Otoritas Palestina, badan pemerintahan yang didirikan berdasarkan Perjanjian Oslo, untuk memimpin Gaza.
Harapan untuk Perdamaian
Dengan latar belakang penderitaan dan ketidakpastian ini, masyarakat internasional berharap kesepakatan gencatan senjata ini dapat menjadi langkah awal menuju perdamaian yang berkelanjutan. Namun, keberhasilannya akan sangat tergantung pada komitmen semua pihak untuk menjalankan setiap tahapan kesepakatan secara adil dan menyeluruh.

Eksplorasi konten lain dari Tinta Emas
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
+ There are no comments
Add yours