Hari Ibu, diperingati setiap tanggal 22 Desember, merupakan momen penting untuk menghargai jasa dan pengorbanan seorang ibu. Tidak hanya itu, hari ini juga menjadi simbol perjuangan dan pengakuan atas kontribusi perempuan dalam keluarga, masyarakat, dan bangsa.

Baca Juga: Penemuan Situs Baru di Inggris Ungkap Rahasia Kekuatan Pasukan Viking yang Legendaris – Tinta Emas
Merayakan Perjuangan dan Peran Perempuan dalam Pembangunan Bangsa
Peringatan Hari Ibu di Indonesia merupakan momen penting untuk menghargai jasa serta pengorbanan seorang ibu dalam keluarga dan pembangunan bangsa. Hari ini menjadi simbol perayaan peran ibu dan pengingat pentingnya kedudukan mereka dalam membangun bangsa.
Hari Ibu di Indonesia diperingati pada tanggal 22 Desember. Hal ini berbeda dengan Hari Ibu Internasional yang jatuh pada Minggu kedua di bulan Mei. Perayaan Hari Ibu di Indonesia juga berbeda dengan perayaan Mother’s Day di beberapa negara.
Lalu, mengapa Hari Ibu diperingati pada tanggal 22 Desember? Jawabannya terletak pada sejarah perjuangan perempuan Indonesia. Tanggal 22 Desember dipilih karena merupakan hari pertama penyelenggaraan Kongres Perempuan Indonesia I pada tahun 1928.
Sejarah Penetapan Hari Ibu di Indonesia
Peringatan Hari Ibu Nasional yang jatuh pada tanggal 22 Desember, memiliki makna yang sangat erat kaitannya dengan perjuangan perempuan Indonesia. Hari tersebut mengingatkan kita pada peran penting perempuan dalam sejarah bangsa, khususnya dalam memperjuangkan kemerdekaan dan hak-hak perempuan.
Tanggal 22 Desember dipilih sebagai Hari Ibu untuk merujuk pada hari pertama penyelenggaraan Kongres Perempuan Indonesia I. Kongres yang diselenggarakan di Yogyakarta ini berlangsung selama empat hari, dari 22 hingga 25 Desember 1928.
Kongres Perempuan Indonesia I merupakan momentum bersejarah bagi perjuangan perempuan dalam memperjuangkan hak-hak mereka, baik dalam bidang pendidikan, politik, maupun sosial. Sebelum kongres ini, para perempuan terpelajar telah aktif bergabung dalam berbagai organisasi pemuda. Mereka turut berperan dalam pergerakan kemerdekaan, seperti Jong Java, Jong Sumatranen Bond, Jong Celebes, dan Jong Islamieten Bond. Mereka juga terinspirasi oleh gagasan Bahder Djohan mengenai kedudukan perempuan dalam masyarakat, yang disampaikan dalam Kongres Pemuda I pada 1926.
Semangat kebangsaan yang semakin menggelora setelah Kongres Pemuda II pada Oktober 1928 mendorong para perempuan untuk bersatu dalam organisasi. Mereka menyuarakan hak-hak perempuan, dan memperjuangkan kesetaraan gender. Atas dasar persatuan itu, tujuh organisasi perempuan, yang dipimpin oleh RA Soekonto, mengadakan Kongres Perempuan Indonesia I di Yogyakarta.
Kongres ini dihadiri oleh sekitar 1.000 peserta, termasuk perwakilan dari 30 organisasi perempuan dari Jawa dan Sumatera. Selain itu, organisasi pemuda dan partai politik juga ikut hadir, seperti Budi Utomo, PNI, Pemuda Indonesia, Partai Sarekat Islam, Muhammadiyah, dan lainnya. Dalam kongres ini, topik utama yang dibahas adalah pendidikan perempuan, hak perkawinan, serta perlindungan terhadap perempuan dan anak-anak.
Salah satu hasil penting dari Kongres Perempuan Indonesia I adalah pendirian Perikatan Perkumpulan Perempuan Indonesia (PPPI). Pendirian organisasi ini menjadi salah satu tonggak dalam memperjuangkan hak-hak perempuan di Indonesia.
Ditetapkan sebagai Hari Perayaan Nasional
Sebagai bentuk penghormatan terhadap perjuangan perempuan Indonesia, terutama mereka yang terlibat dalam Kongres Perempuan Indonesia I, tanggal 22 Desember 1928 ditetapkan sebagai Hari Ibu. Hari peringatan ini pertama kali dicetuskan dalam Kongres Perempuan ke-III yang diadakan di Bandung pada tahun 1938, di mana seluruh organisasi perempuan yang hadir sepakat untuk memperingati tanggal tersebut sebagai Hari Ibu.
Penetapan resmi Hari Ibu dilakukan oleh Presiden Soekarno melalui Dekrit Presiden Republik Indonesia No. 316 Tahun 1959, yang bertepatan dengan peringatan ulang tahun ke-25 Kongres Perempuan Indonesia I.
Kongres Perempuan Indonesia I pada 22-25 Desember 1928 di Yogyakarta adalah fondasi utama bagi perayaan Hari Ibu di Indonesia, yang hingga kini diperingati sebagai penghormatan terhadap perjuangan perempuan Indonesia. Kongres ini juga menjadi ajang pembahasan isu-isu penting mengenai hak perempuan, seperti hak dalam perkawinan, pendidikan, peran sebagai pendidik, serta tanggung jawab perempuan di rumah.
Tanggal 22 Desember dipilih sebagai Hari Ibu karena menjadi simbol pengakuan atas peran besar perempuan Indonesia dalam meraih kemerdekaan dan memperjuangkan hak-haknya.
Merefleksikan Peran Seorang Ibu dalam Berbagai Lini Kehidupan
Peringatan Hari Ibu di Indonesia memiliki makna yang jauh lebih dalam daripada sekadar mengenang kasih sayang seorang ibu kepada anak-anaknya. Hari Ibu di Indonesia adalah simbol perayaan peran perempuan secara keseluruhan, baik dalam keluarga, masyarakat, maupun negara.
Hari Ibu bukan hanya sekadar hari untuk menghormati sosok mereka sebagai orang tua, tetapi juga sebagai bentuk penghargaan terhadap perjuangan perempuan dalam berbagai bidang kehidupan. Ini berbeda dengan perayaan Mother’s Day di negara lain, yang umumnya lebih fokus pada penghormatan kepada mereka dalam peran sebagai orang tua. Di Indonesia, Hari Ibu mengangkat penghormatan yang lebih luas, yang mencakup kontribusi perempuan dalam segala aspek kehidupan, mulai dari pendidikan, hingga perjuangan sosial dan politik.
Selain sebagai ibu dan pendidik dalam keluarga, mereka juga memiliki peran penting dalam menggerakkan perubahan di masyarakat. Mereka menjadi agen perubahan yang aktif dalam memperjuangkan hak-hak perempuan dan memberikan kontribusi besar bagi kemajuan bangsa.
Perempuan Menyapa, Perempuan Berdaya Menuju Indonesia Emas 2045
Peringatan Hari Ibu tahun 2024 akan menjadi yang ke-96. Pada tahun ini, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) meresmikan tema yang mengangkat semangat pemberdayaan perempuan di Indonesia. Tema Hari Ibu 2024 adalah “Perempuan Menyapa, Perempuan Berdaya Menuju Indonesia Emas 2045.”
Menurut Menteri PPPA Arifah Fauzi, tema ini memiliki makna yang mendalam dan mencakup tiga elemen penting:
- “Perempuan Menyapa”: Ini menggambarkan keterlibatan aktif perempuan dalam berbagai aspek kehidupan. Perempuan diharapkan untuk terus berpartisipasi aktif, baik di tingkat keluarga, masyarakat, maupun dalam pembangunan bangsa. “Menyapa” juga melambangkan perempuan yang tidak hanya pasif, tetapi berani menyuarakan pendapat dan berinteraksi dalam membangun perubahan.
- “Perempuan Berdaya”: Frasa ini mencerminkan perempuan yang memiliki kekuatan, kemampuan, dan keberanian untuk menentukan jalannya sendiri. Perempuan berdaya adalah mereka yang tidak hanya mampu berkontribusi, tetapi juga memperjuangkan hak-haknya dalam berbagai sektor, seperti pendidikan, pekerjaan, dan kehidupan sosial.
- “Menuju Indonesia Emas 2045”: Ini mengingatkan kita pada visi besar bangsa Indonesia untuk mencapai puncak kemajuan pada tahun 2045, yang menandai 100 tahun kemerdekaan Indonesia. Tema ini mengajak kita untuk mewujudkan Indonesia yang lebih maju, di mana perempuan berperan penting dalam pembangunan dan kemajuan negara.
Hari Ibu tahun 2024 bukan hanya sekadar memperingati peran ibu dalam keluarga, tetapi juga menegaskan pentingnya pemberdayaan perempuan dalam semua aspek kehidupan. Dengan tema ini, diharapkan masyarakat semakin menghargai kontribusi perempuan, baik dalam peran mereka sebagai ibu, pendidik, maupun sebagai agen perubahan yang ikut serta dalam pembangunan bangsa menuju Indonesia yang lebih baik.

Lihat Artikel Menarik Lainnya dari Tinta Emas:
Eksplorasi konten lain dari Tinta Emas
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.


