Gereja Santo Porphyrius adalah gereja Ortodoks Kristen di Kota Gaza, Negara Palestina. Gereja ini merupakan bagian dari Patriarkat Yerusalem dan merupakan gereja tertua yang masih aktif di kota tersebut. Terletak di kawasan Zaytun di Kota Tua Gaza, gereja ini dinamai dari Uskup Gaza abad ke-5, Santo Porphyrius atau Porfirius. Makamnya berada di sudut timur laut gereja.
Sebelumnya, sebuah gereja telah berdiri di situs ini sejak tahun 425 M. Tentara Salib membangun gereja yang saat ini (Sebelum penyerangan Israel) antara tahun 1150-an atau 1160-an. Tentara Salib mendedikasikan bangunan gereja kepada Santo Porphyrius. Catatan dari abad ke-15 menunjukkan bahwa gereja ini juga didedikasikan untuk Perawan Maria.
Gereja ini mulai direnovasi pada tahun 1856. Beberapa cornice atau birai dan dasar gereja ini berasal dari masa Tentara Salib. Tetapi sebagian besar bagian lainnya adalah tambahan yang lebih baru.
Legenda Santo Porphyrius
Pada usia 45 tahun, Patriark Yerusalem menunjuk Santo Porfirius sebagai penjaga Kayu Salib yang Mulia dari Tuhan. Hagiografer Kristen Romawi, Markus Diakon, menggambarkannya sebagai pengkristen “orang-orang kafir yang durhaka dari Gaza.”
Menurut legenda, terjadi kekeringan parah di Gaza yang hanya berakhir setelah Santo Porfirius dan sekelompok 280 orang Kristen berdoa kepada Tuhan dengan “puasa, pengawasan, dan prosesi.” Hal ini mengakibatkan pertobatan 25 orang kafir, yang menganggap hujan tersebut sebagai karunia terbesar Tuhan.
Dalam peran barunya sebagai penjaga Kayu Salib, Santo Porfirius menunjukkan dedikasi yang kuat terhadap iman Kristen dan semangat misi yang tinggi. Ia kemudian terkenal sebagai tokoh kunci dalam penyebaran agama Kristen di kalangan masyarakat pagan, terutama di Gaza.
Dengan doa yang tekun dan penuh keyakinan, Santo Porfirius dan para pengikutnya berhasil membawa hujan yang mengakhiri masa kekeringan yang melanda Gaza. Lebih dari itu, doa mereka juga membawa pertobatan bagi 25 orang pagan, yang kemudian mengakui keajaiban dan kekuatan iman Kristen, dengan anggapan bahwa Hujan tersebut sebagai tanda kasih dan belas kasihan Tuhan.
Baca Juga: Sofronius dari Yerusalem dan Khalifah Umar bin Khattab – Tinta Emas
Arsitektur Bangunan Gereja Santo Porphyrius
Gereja Santo Porphyrius memiliki bentuk berbentuk persegi panjang, dengan atap setengah kubah di bagian belakangnya. Lantainya terletak 1,8 meter (5,9 kaki) di bawah permukaan tanah di bagian selatan dan 3 meter (9,8 kaki) di bawah permukaan tanah di bagian utara. Hal ini menunjukkan bahwa bangunan saat ini dibangun di atas struktur gereja sebelumnya.
Gereja ini terdiri dari sebuah lorong tunggal yang terdiri dari dua ruang berlengkungan bokong atau berkubah selangkangan. Terdapat sebuah apse atau apsis setengah lingkaran yang mendahului presbiteri (pastoran) berlengkungan tong atau berkubah barel. Secara internal, bangunan ini memiliki ukuran 22,9 meter (75 kaki) kali 8,9 meter (29 kaki), termasuk apsenya. Gereja ini memiliki kesamaan arsitektural dan konstruksi dengan bekas Katedral Santo Yohanes Pembaptis (saat ini menjadi Masjid Besar Gaza).
Terdapat tiga pintu masuk ke gereja: pintu masuk barat memiliki portiko (serambi) dengan tiga tiang marmer yang yang menopang dua lengkungan runcing. Dasar-dasar marmer ini berasal dari era Tentara Salib.
Pengunjung dan Jemaat dapat mengakses Gereja melalui fasadnya atau dari pintu samping yang membuka ke sebuah galeri modern, lengkap dengan tangga turun ke tingkat lantai. Dinding kolosal bangunan besar ini ditopang oleh kolom dan pilaster atau tiang marmer dan granit horizontal.
Konflik dan Kehancuran Bangunan Gereja
Pada tahun 2014, sekitar 2.000 warga Palestina yang melarikan diri dari serangan udara Israel yang telah menewaskan lebih dari 70 warga Palestina, mencari perlindungan di kompleks Gereja Santo Porphyrius. Selama serangan udara, keluarga-keluarga tidur di lorong atau koridor dan ruangan gereja serta bangunan terkait. Di sana, warga Palestina juga mendapatkan makanan dan perawatan medis.
Kompleks gereja tersebut kembali menjadi tempat perlindungan dari serangan udara Israel selama Perang Israel-Hamas tahun 2023.
Pada tanggal 19 Oktober 2023, serangan udara Israel selama Perang Israel-Hamas tahun 2023 telah menghancurkan Gereja Santo Porphyrius. Kompleks gereja ini telah menyelamatkan ratusan warga Palestina yang terlantar pada saat serangan udara.
Setidaknya 400-500 warga Palestina mencari perlindungan di gereja ini. Gereja tersebut telah menjadi tempat perlindungan bagi banyak penduduk Kristen dan Muslim di Gaza selama perang. Menurut laporan, serangan tersebut menyebabkan 16-18 kematian atau lebih. Beberapa lainnya terluka akibat serangan, dengan jumlah korban yang belum terkonfirmasi masih terperangkap di bawah puing-puing atau reruntuhan bangunan.
Pihak Gereja mengkonfirmasi bahwa serangan udara ini telah mengenai dua bangunan tempat perlindungan bagi warga sipil, menyebabkan runtuhnya setidaknya satu bangunan.
Militer Israel mengkonfirmasi bahwa penyebab dari ledakan tersebut karena salah satu dari serangan udaranya. Konon serangan itu hendak menargetkan pos komando peluncuran roket dan mortir Hamas yang berdekatan, dan mereka menyatakan bahwa insiden ini “sedang dalam peninjauan.”
Serangan udara tersebut menyebabkan kerusakan pada eksterior atau bagian luar gereja dan menyebabkan runtuhnya bangunan milik kompleks gereja di dekatnya, juga bangunan-bangunan yang berdekatan dengan kompleks gereja.
Patriarkat Ortodoks Yunani di Yerusalem dengan tegas mengutuk serangan tersebut sebagai kejahatan perang dan menuduh militer Israel mengincar gereja dan tempat perlindungan sipil.
Baca Juga: Perjanjian Umari: Jaminan Khalifah Umar Kepada Penduduk Yerusalem – Tinta Emas
Eksplorasi konten lain dari Tinta Emas
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
+ There are no comments
Add yours