Dokarim adalah figur yang luar biasa dalam sejarah perjuangan Aceh. Sebagai pejuang perang yang juga seorang sastrawan dan seniman. Kehadirannya memainkan peran penting dalam membangkitkan semangat perlawanan dan kebanggaan identitas Aceh melawan penjajah Belanda.

Setiap hari, Dokarim mengabdikan dirinya untuk menulis dan membacakan syair. Ciri khasnya terletak pada kepiawaian dalam menyusun bait-bait yang penuh semangat, memancarkan keberanian dan kegigihan para pejuang Aceh. Melalui kata-kata indahnya, ia mampu menginspirasi dan memotivasi rakyat Aceh untuk terus berjuang menghadapi penindasan Belanda.

Salah satu karya terkenal Dokarim yang mengukir namanya dalam sejarah adalah “Hikayat Prang Kompeuni“. Karya epik ini tidak hanya sebuah cerita, tetapi juga sebuah narasi yang mengekspresikan semangat perlawanan yang berkobar di dalam hati setiap penduduk Aceh. Dengan penuh kefasihan, Dokarim menggambarkan penderitaan, keberanian, dan kegigihan para pejuang Aceh dalam menghadapi musuh yang kuat.

“Hikayat Prang Kompeuni” menjadi lambang kebanggaan dan inspirasi bagi rakyat Aceh. Karya ini tidak hanya mengabadikan sejarah perjuangan mereka, tetapi juga memupuk semangat persatuan dan kebanggaan akan identitas budaya mereka yang kuat. Dokarim, dengan bakat sastranya, telah memberikan kontribusi besar dalam mempertahankan warisan budaya Aceh dan semangat perlawanan terhadap penjajah.


dokarim
Poster: Instagram/@tintaemas.net

Mengenal Lebih Dekat Sosok Dokarim

Perkenalkan, namanya Abdul Karim, biasanya orang mengenalnya dengan nama Dokarim. Menurut Teuku Ibrahim Alfian, Dokarim berasal dari Keutapang Dua, Mukim VI, Sagi XXV Mukim, Aceh Besar.

Sedangkan menurut Jusuf Abdullah Puar, ia berasal dari Matang Glumpang dua, Bireuen. Ia merupakan seorang seniman dan Sastrawan Aceh, salah satu karya terbesarnya adalah Hikayat Prang Kompeuni.

Sosoknya jarang terdengar, namanya seolah-olah hilang dari sejarah bangsa, bahkan kadang tidak pernah muncul dalam buku-buku sejarah. Sosoknya yang patriot patut dicontoh oleh para generasi muda khususnya di bidang sastra. Ia selalu mengekspresikan kedalaman pengetahuan dan kecintaannya yang tinggi kepada agama dan bangsa lewat berbagai karya sastranya.

Saat perang Aceh bergejolak, para pejuang Aceh selalu bersemangat dan pantang menyerah melawan Belanda, salah satu karya Sastra yang paling terkenal waktu itu adalah Hikayat Prang Sabi karang Teungku Chik Haji Muhammad di Pante Kulu.

Selama bergerilya bersama Teuku Umar, Dokarim selalu membacakan hikayat itu dengan ciri khasnya yang membuat semangat para pejuang membara. Seniman Aceh sengaja melantunkan syair Perang Sabil di pusat-pusat keramaian untuk semangat rakyat agar tidak takluk pada Belanda.

Dokarim merupakan salah satu dari seniman yang populer waktu itu, ia membaca dan melagukannya dengan kreativitasnya sendiri sehingga syair itu terdengar lebih menarik. Dokarim bisa dengan baik menggambarkan situasi Aceh dan kondisi sosial masyarakat kala itu.

Selain bersyair, Dokarim juga ahli dalam pentas seni tari, ia merupakan pengarah pertunjukan seudati dan kesenian perintang waktu sejenisnya, serta sebagai pembawa acara pada upacara-upacara adat.

Sastrawan Aceh, Ali Hasjmy mengatakan, bahwa Dokarim sangat ahli dan mahir dalam berpidato dan pengetahuannya yang luas tentang bahasa daerah, baik dalam bentuk prosa, puisi, dan pantun.

Sosok Inspiratif Dalam Sastra Perang

Do Karim juga dikenal sebagai sosok yang multidimensional atau serba bisa. Selain itu, ia mampu menyampaikan pesan-pesan moral dalam bahasa yang komunikatif dengan masyarakat Aceh, yaitu lewat bahasa sastra, berupa syair, dan hikayat. Hal itu menjadi sisi yang unik dari kesastrawanan Do Karim. hikayatnya yang berjudul “Prang Kompeuni” sarat dengan pesan-pesan moral.

Do Karim dalam Hikayat Prang Kompeuni melukiskan tindakan-tindakan kepahlawanan rakyat Aceh dalam perlawanan terhadap Belanda. Dokarim juga sadar bahwa Aceh tidak boleh terjajah oleh bangsa manapun. Aceh harus tetap berdiri sendiri sebagai negara merdeka layaknya bangsa-bangsa lain di dunia yang memiliki wilayah yang berdaulat dan terus mempertahankannya.

Di Aceh, Syair menjadi suatu hal yang penting sebagai bahasa pendidikan. Ulama Aceh zaman dulu menyampaikan pesan-pesan agama kepada muridnya, baik secara lisan maupun tulisan, menggunakan bahasa syair.

Sebagai seorang sastrawan, Dokarim menjadi contoh teladan bagi generasi mendatang dengan syair-syairnya yang memiliki nilai-nilai edukatif dan sarat dengan pesan-pesan moral.

Baca Juga: KH. Abdul Halim: Ulama dan Pejuang dari Majalengka – Tinta Emas


Eksplorasi konten lain dari Tinta Emas

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

Tinta Emas https://tintaemas.net

Selamat datang di Tinta Emas! Kami menjadi sumber berita arus utama yang memotret berbagai peristiwa di seluruh belahan dunia dengan kecermatan, keadilan dan integritas.

Mungkin Kamu Juga Menyukai

Lainnya dari Penulis

1 Comment

Add yours

Tinggalkan Balasan