Para peneliti meyakini bahwa manusia purba yang paling dekat kekerabatannya dengan kita kemungkinan menimbun daging buruan mereka selama beberapa bulan sebelum dikonsumsi.

Neanderthal, atau Homo neanderthalensis, adalah salah satu kerabat terdekat manusia modern (Homo sapiens) yang pernah hidup di Eropa, Asia Barat, dan Asia Tengah antara 400.000 hingga 40.000 tahun lalu. Meski punah puluhan ribu tahun silam, warisan mereka masih membekas hingga kini — bukan hanya melalui fosil, tetapi juga melalui gen yang masih terbawa dalam DNA manusia modern non-Afrika.
Tubuh Kuat di Tengah Zaman Es
Neanderthal dikenal memiliki tubuh yang kekar dan berotot, dengan tulang padat dan wajah yang khas: tengkorak besar, alis menonjol, rahang kuat, serta hidung lebar untuk menghangatkan udara dingin. Bentuk fisik ini adalah hasil adaptasi terhadap iklim Zaman Es yang keras. Dengan fisik tangguh, mereka mampu memburu hewan besar seperti mamut, badak berbulu, dan rusa purba menggunakan alat-alat batu sederhana yang mereka buat sendiri.
Cara Hidup: Tidak Hanya Bertahan, Tapi Juga Berbudaya
Berbagai temuan arkeologi membuktikan Neanderthal tidak hanya pandai berburu, tetapi juga menguasai api, membuat pakaian dari kulit binatang, membangun tempat berlindung, dan bahkan merawat anggota kelompok yang sakit atau lanjut usia. Ada bukti bahwa mereka melakukan penguburan — sesuatu yang menandakan kemungkinan adanya bentuk kepercayaan atau rasa hormat pada yang meninggal.
Pandangan Lama: Si Hiperkarnivora
Dalam penelitian lama, Neanderthal sering digambarkan sebagai hiperkarnivora — pemangsa puncak di rantai makanan yang hanya mengandalkan daging hewan buruan. Ini didasarkan pada kadar nitrogen berat (nitrogen-15) yang tinggi pada tulang mereka, tanda bahwa mereka menempati posisi atas dalam rantai makanan.
Namun, para ilmuwan mulai meragukan pandangan ini. Sebab, secara fisiologis, manusia — termasuk Neanderthal — tidak bisa memproses protein dalam jumlah sebesar karnivora sejati seperti singa. “Manusia hanya bisa mentoleransi sekitar 4 gram protein per kilogram berat badan, sementara hewan seperti singa bisa dua hingga empat kali lipat lebih banyak,” kata John Speth, profesor emeritus antropologi di Universitas Michigan.
Penemuan Baru: Belatung di Menu Makan
Penelitian terbaru justru membuka kemungkinan bahwa Neanderthal memiliki strategi makan yang jauh lebih cerdas. Para ilmuwan menduga mereka menyimpan daging hasil buruan selama berbulan-bulan — bukan untuk dimakan langsung, melainkan untuk menghasilkan belatung. Daging yang membusuk akan menjadi sumber protein, lemak, dan asam amino esensial melalui belatung yang tumbuh di dalamnya.
Dr Melanie Beasley, peneliti dari Purdue University yang pernah bekerja di Body Farm Universitas Tennessee, mengukur kadar nitrogen pada otot manusia yang membusuk dan belatung yang tumbuh di sana. Hasilnya, kandungan nitrogen berat pada belatung jauh lebih tinggi daripada pada otot yang membusuk. Hal ini menjelaskan bagaimana Neanderthal bisa memiliki kadar nitrogen tinggi tanpa makan daging dalam jumlah tak wajar.
“Neanderthal bukan hiperkarnivora, pola makan mereka berbeda,” jelas Speth. “Belatung kemungkinan adalah makanan utama mereka.”
Kebiasaan yang Masih Ada Hingga Kini
Kebiasaan memanfaatkan belatung sebagai sumber gizi ternyata masih bisa ditemukan pada beberapa kelompok masyarakat adat di berbagai belahan dunia. “Satu-satunya alasan ini terdengar mengejutkan bagi kita hanyalah karena bertentangan dengan pandangan orang Barat tentang makanan,” kata Karen Hardy, profesor arkeologi prasejarah di Universitas Glasgow.
Hardy menambahkan, “Di tempat lain di dunia, berbagai jenis makanan dimanfaatkan — dan belatung adalah sumber protein, lemak, serta asam amino yang sangat baik.” Menurutnya, bagi Neanderthal, “Ini hal yang masuk akal: taruh sedikit daging, biarkan beberapa hari, lalu panen belatungnya. Cara mudah untuk mendapatkan makanan bergizi.”
Menggugat Mitos Manusia Gua
Temuan ini mengguncang stereotip lama tentang Neanderthal sebagai predator haus darah yang hanya hidup dari tumpukan steak mamut. Penelitian ini menunjukkan mereka cerdas dalam memanfaatkan sumber daya dan memahami cara memaksimalkan hasil buruan dengan menyimpan dan memfermentasi makanan secara alami.
“Anggapan bahwa Neanderthal adalah karnivora puncak sepenuhnya tidak masuk akal secara fisiologis,” kata Hardy. “Penjelasan ini lebih logis, dan membantu kita memahami sinyal nitrogen tinggi yang sebelumnya sulit dijelaskan.”
Warisan Neanderthal Hari Ini
Di luar pola makan uniknya, hubungan Neanderthal dengan manusia modern pun terjalin erat. Penelitian DNA membuktikan bahwa sebagian gen Neanderthal masih hidup di tubuh manusia masa kini, memengaruhi warna kulit, sistem kekebalan tubuh, hingga kecenderungan terhadap penyakit tertentu.
Berkat penemuan-penemuan terbaru, kita semakin sadar bahwa Neanderthal bukan sekadar ‘manusia gua primitif’. Mereka adalah manusia purba yang piawai beradaptasi, tahu cara bertahan hidup di alam liar, dan memiliki warisan pengetahuan yang — secara tak langsung — masih memengaruhi kita hari ini.
Neanderthal membuktikan: bertahan hidup bukan hanya soal memburu mangsa terbesar, tetapi juga soal memanfaatkan alam dengan cara yang tidak terpikirkan — bahkan dengan memanen belatung.
Sumber: The Guardians
Eksplorasi konten lain dari Tinta Emas
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
+ There are no comments
Add yours